Aswaja Magazine

0
Mengenal Kitab Kuning dan Pondok Pesantren
Kediri dikenal dengan julukan ”Negeri Pesantren”. Wilayah di Jawa Timur ini memiliki ratusan pondok pesantren, terbanyak di Jawa Timur, bahkan di Nusantara. Pesantren adalah asrama pendidikan dengan siswa tinggal bersama di dalamnya. Mereka mengaji ilmu agama Islam dengan bimbingan seorang guru yang dipanggil kiai.

Di sini diajarkan nilai-nilai keagamaan, seperti ukhuwah (persaudaraan), ta’awun (kerja sama), jihad (berjuang), dan nilai-nilai lainnya, seperti taat, sederhana, dan ikhlas. Cara hidup di pesantren yang kolektif merupakan refleksi semangat dan tradisi yang bersumber dari ajaran Nabi Muhammad SAW, yakni amar makruf nahi mungkar atau mendorong pada kebaikan dan mencegah keburukan.

Sejarah keberadaan pesantren di Kediri tidak bisa dipisahkan dari Pondok Pesantren Lirboyo di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, yang berdiri tahun 1910. Salah satu keunikan pondok pesantren ini adalah mata pelajaran baku yang dituangkan ke dalam kitab-kitab salaf atau klasik. Oleh karena dicetak di atas kertas berwarna kuning, kitab salaf populer disebut kitab kuning. Metode kajian kitab kuning ini banyak diadopsi pondok pesantren lainnya.

”Yang diajarkan dalam kitab kuning adalah cara beribadah secara benar. Kitab kuning juga berisi ajaran mengenai hubungan dengan masyarakat, misalnya bagaimana berakhlak yang luhur,” kata KH Abdullah Kafabihi Mahrus, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo.

Kitab kuning mencakup ilmu-ilmu, antara lain tafsir, hadis, fikih, tauhid, tasawuf, nahwu (tata bahasa), shorof (perubahan kata), dan balaqoh (sastra Arab). Mendalami kitab kuning ditempuh melalui beberapa tahapan, yakni metode iki iku dan dilanjutkan dengan penjabaran tuntas yang bersifat manthuqot (logis), dan mafhumatii (bisa dimengerti).

Tahap selanjutnya, mustahik (pengajar) dan santri (murid) merespons dengan cara menentang atau meluruskan ungkapan yang dipandang tidak tepat. Melalui tahapan inilah santri mampu memahami kaidah nahwu dan shorof atau menafsirkan sesuai tata bahasa dan terhindar dari menafsirkan secara instan dan bebas.

Munculnya pesantren di Kediri juga terkait keberadaan Sungai Brantas yang membelah kota itu. Pada tahun 1800-an, penyebar agama Islam Syekh Ali Maklum menyusuri Brantas mencari lokasi untuk pembangunan masjid. Ia memilih daerah Banjarmlati di Kediri. ”Islam tersebar di Jawa melalui pedagang Islam yang memanfaatkan jalur air,” kata pengamat sejarah dari Kediri, Bambang Tetuko. (regional.kompas.com)

Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan paham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia pesantren lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”, tetapi asal usul istilah ini belum diketahui secara pasti. Mungkin penyebutan istilah tersebut guna membatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas dari kitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepat sebab pada saat ini kitab-kitab Islam klasik sudah banyak dicetak dengan kertas putih.

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok (Kyai) atau ustaz biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren menurut Zamakhsyari Dhofir dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: (1) Nahwu (syntax) dan Sharaf (morfologi), (2) Fiqih (hukum), (3) Ushul Fiqh (yurispundensi), (4) Hadits, (5) Tafsir, (6) Tauhid (theologi), (7) Tasawuf dan Etika, (8) Cabang-cabang lain seperti Tarikh (sejarah) dan Balaghah” [11]

Kitab-kitab Islam klasik adalah kepustakaan dan pegangan para Kyai di pesantren. Keberadaannya tidaklah dapat dipisahkan dengan Kyai di pesantren. Kitab-kitab Islam klasik merupakan modifikasi nilai-nilai ajaran Islam, sedangkan Kyai merupakan personifikasi dari nilai-nilai itu. Di sisi lain keharusan Kyai di samping tumbuh disebabkan kekuatan-kekuatan mistik yang juga karena kemampuannya menguasai kitab-kitab Islam klasik.

Sehubungan dengan hal ini, Moh. Hasyim Munif mengatakan bahwa: “Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning tetap merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan. Sah artinya ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah (Al-Hadits), dan relevan artinya ajaran-ajaran itu masih tetap cocok dan berguna kini atau nanti” [12]

Dengan demikian, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan hal utama di pesantren guna mencetak alumnus yang menguasai pengetahuan tentang Islam bahkan diharapkan di antaranya dapat menjadi Kyai.

https://www.google.com/contributor/welcome/?utm_source=publisher&utm_medium=banner&utm_campaign=ca-pub-2925047938169927
Visit Dukung Aswaja Magazine dengan menjadi Kontributor

Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.

Post a Comment Blogger

 
Top