Kekerasan yang dilancarkan oleh ISIS menyedot perhatian pelbagai kalangan. Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama dan BEM Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang bekerjasama dengan Nurul Maiyyah Indonesia menggelar seminar nasional dengan mengangkat tema "Fenomena ISIS bagi NKRI dan Islam Rahmatal Lil alamin".
Hadir sebagai pembicara KH Masdar Farid Masudi MA (Syuriah PBNU), Dr KH Cholil Nafis (Wakil Ketua LBMNU dan MUI), dan Dr Hasyim Asyari Ph.D (Ketua GP Ansor Jateng). Tampak ratusan mahasiswa memenuhi ruang gedung litigasi di komplek FH Undip.
Cholil Nafis mengutip pernyataan Syekh Dr Najih Ibrahim dan Syaik Ali Halaby bahwa radikalisme atau terorisme mengatasnamakan Islam disebabkan 2 faktor utama, pertama, paham pengkafiran (takfiri) dan paham ekstrim jihad. Bila menilik ISIS, kedua faktor ini telah terpenuhi.
“Kelompok yang didirikan oleh Abu Bakar al-Baghdady misinya adalah mendirikan khilafah Islamiyah, bagi yang tidak setuju dengan ISIS halal untuk dibunuh. Selain itu, mereka juga menghalakan merampas harta orang yang dianggap kafir (fa'i) untuk perjuangan Islam versi ISIS,” ujarnya.
Menurut pengajar di Universitas Indonesia ini menyatakan, bahwa Islam menjelaskan tentang ibadah secara detail, tetapi berkenaan dengan kemasyarakatan hanya menjelaskan prinsip umum saja. Bahkan, secara mutawatir dan shahih tentang pembentukan negara Islam pertama ialah negara Madinah dengan konstitusinya (Piagam/Shahifah Madinah).
Mendirikan negara menurut pandangan Islam adalah terciptanya keadilan dan kemaslahatan. Bukan dengan pembunuhan yang dipertontonkan ISIS di media, menghancurkan sejarah dan peradaban yang ada. Ditambah menjunjung jalan tengah (tawassuth) dan garis lurus (i'tidal) yang pada intinya moderat, menjunjung Islam toleran (tasamuh) dan menuju Islam yang seimbang (tawazun).
"Intinya, pembentukan negara bersifat ijtihadi menuju kemaslahatan umat. Heterogenitas adalah keniscayaan, tetapi tetap dalam bingkai keteraturan yang taat kepada hukum dan kesepakatan," tambah pria kelahiran Madura ini.
Sementara itu, KH Masdar Farid Masudi menekankan kembali siapakah sebenarnya khalifatullah itu. Terma khalifah di Al-Quran hanya terdapat dua ayat yang menerangkan hal itu. Pertama, ayat inni ja'ilun fil ardhi khalifah (Al-Baqarah: 30) yang bercerita mengenai Nabi Adam AS dan kedua Ya dawudu inna ja'alnaka khalifatan fil ardhi (Shad: 26) menjelaskan tentang Nabi Dawud AS yang mendapatkan kekuasan di dunia.
“Kedua ayat inilah yang secara eksplisit mengungkap kata khalifah,” terangnya.
Kiai kelahiran Purwokerto ini mamaparkan bahwa pemikiran Islam mengenai kenegaraan secara terbuka, baru pelopori oleh Al-Mawardi. Abad 11 masehi menjadi penanda setelah meninggalnya pengarang Al-Ahkam Ash-shulthoniyyah. Al-Mawardi berpesan bahwa kitab ini boleh diterbitkan setelah aku wafat. Hal ini disebabkan pembahasan kenegaraan masih menjadi perdebatan yang berujung pada pergolakan kekuasaan. Perbedaan antara ISIS dengan Islam yang kita anut sangat dan amat jauh berbeda.
"Orang Islam yang saleh salah satunya adalah tidak mengakui dirinya di jalan yang benar. Salah satunya tiap hari kita 17 kali membaca Fatihah. Ihdinash shiratal mustaqim. Berharap dirinya berada di jalan yang benar," tandas Kiai Masdar.
Dr Hasyim Asyari menambahkan, apabila dikaitkan dengan keadaan Indonesia, pada awal kemerdekaan NKRI, NU mengeluarkan Resolusi Jihad pada 21-22 Oktober 1945. Pernyataan ini keluar dari Hadhratussyaikh KH Hasyim Asy’ari selaku Rois Akbar untuk mempertahankan NKRI, bahwa wajib hukumnya bagi yang telah memenuhi syarat untuk berjuang. “Hal seperti inilah yang tidak diungkap dalam sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah,” katanya.
Hasyim yang juga Ketua Satkorwil Banser Jateng ini menyatakan siap menghadapi ISIS bila kembali ke Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi jawaban tantangan Abu Jandal di media youtube pada 23 Desember 2014 lalu. (NU Online)
Post a Comment Blogger Facebook