Aswaja Magazine

0
Dialah Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali Al-Mujtahid Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mutakallim Ath-Thusi Asy-Syafi'i.

Beliau dilahirkan pada tahun 450 H. Al-Ghazali mempunyai seorang ayah yang soleh sufi menjaga hati dan tangannya untuk melakukan yang halal.

Sebelum ayahnya meninggal beliau berwasiat kepada temannya yang sholeh juga sufi untuk menjaga putranya yang bernama Abu Hamid Al-Ghazali sama saudaranya yang bernama Ahmad Al-Ghazali.

Setelah beranjak beberapa tahun berlalu, uang dan bekal yang dititipkan sang ayah untuk Imam Al-Ghazali dan saudaranya Imam Ahmad Al-Ghazali akhirnya habis juga sehingga mereka berdua terpaksa disekolahkan di Madrasah Nidzomiyah di Baghdad, Iraq. Setelah Al-Ghazali mengusai segala bidang ilmu, baik dalam Ilmu Fiqih, ilmu Jidal (debat ilmiah), Ilmu Ushul dan Filsafat. Akhirnya Al-Ghazali memilih jalan Sufi dan beliau menuju ke negara Syam untuk 'Uzlah (menjauh dari hiruk pikuk) serta Kholwah (menyendiri) di Menara Masjid.

Adiknya, Ahmad lebih awal memilih jalan Sufi. Nah, di sini ada sebuah kisah anatara Al-Ghazali sama Ahmad Al-Ghazali. Pernah suatu hari Al-Ghazali menjadi Imam dalam Shalat berjama'ah sedangkan Ahmad menjadi Ma'mumnya, sampai di pertengahan Ahmad berpisah dari jama'ah (Mufaroqoh) Kakaknya Al-Ghazali. Setelah selesai Shalat Al-Ghazali menanyakan kepada Ahmad kenapa dalam Shalat tadi engkau berpisah dari jama'ahku wahai saudaraku kata Al-Imam Al-Ghazali.

Lantas Ahmad menjawabnya mengapa saya harus berjama'ah dengan seseorang yang berlumuran darah di pundaknya. Akhirnya Al-Ghazali terbayang-bayang dengan menjawabnya: "Wahai saudaraku, engkau memang benar tadi ketika saya jadi Imam, memang saya tidak Khusu' saat Shalat, akan tetapi saya mengingat-ngingat tentang Darah Haid, Darah Nifas dan Istihadoh.

Al-Ghazali waktu itu sudah mempunyai karangan Kitab Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih dalam Madzhab Syafi'i. Ternyata masih kalah hebatnya dengan saudaranya sendiri yang bernama Ahmad Al-Ghazali. Akhirnya Al-Ghazali memilih jalan Shufi dan memilih untuk pergi ke Negara Syam.

Perjalanan Ilmiah Imam Al-Ghazali

Beliau mulai menuntut ilmu sejak masa kecilnya yaitu Ilmu Fiqih kepada Al-Imam Ahmad Bin Muhammad Ar-Rodhakoni di kota Baghdad, lalu Al-Ghazali melanjutkan studinya ke negara Jurjan, beliau belajar kepada Al-Imam Abi Nashr Al-isma'ili, Kemudian Al-Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Naysabur untuk menimba ilmu kepada Al-Imam Al-Haromain Mufti Kota Mekkah dan Madinah.

Setelah Al-Imam Haromain wafat, Al-Ghazali keluar menuju seorang Mentri. Pada saat itu Nidhomul Mulk mengumpulkan para ahli ilmu dan semua para Ulama' berusaha untuk memusuhi Al-Ghazali. Setelah Al-Ghazali menjelaskan ilmunya yang didapatkan dari Guru-Gurunya, akhirnya semua Ulama' mengerti keutamaan Al-Ghazali. Hingga akhirnya Al-Ghazali diperintahkan pergi ke Madrasah Nidhomiyah di Baghdad pada Tahun 484 Hijriyah. Dan Al-Ghazali mengajar di sana hingga semua orang
terheran dengan kepiawaian Al-Ghazali dalam mengajar dan berargumen, serta mempunyai keutamaan yang indah dan fasih lisannya semua orang mencintainya.

Komentar Ulama' Tentang Al-Ghazali

Al-Imam Tajuddin As-Subuki berkata: "Abu Hamid Al-Ghazali adalah Hujjatul Islam (Hujjah bagi Islam)".

Al-Imam Haromain berkata: "Al-Ghazali ilmunya seperti lautan".

Al-Imam Ibnu Najar berkata: "Abu Hamid adalah Imamnya para Ahli Fiqih sekaligus pendidiknya para ummat".

Al-Imam Muhammad Bin Yahya salah satu muridnya Al-Ghazali juga berkata: "Al-Ghazali adalah Imam Syafi'i kedua".

Al-Hafidz Ibnu Katsir juga berkata: "Al-Ghazali adalah paling cerdasnya Ulama' di segala bidang keilmuan dan Pimpinan Para Pemuda".

Al-Hafidz Ibnul Jauzi dari kalangan Ulama' Hanbali juga berkata: "Semua orang telah menulis karangan dari kalamnya (perkataan) Al-Ghazali".

Karangan kitab Al-Imam Al-Ghazali
  1. Ihya' Ulumuddin
  2. Al-Munqid Mina Ad-Dholal
  3. Al-Iqtisod Fi Al-I'tiqod
  4. Mizan Al-Amal
  5. Fadhoih Al-Bathiniyah
  6. Al-Qistos Al-Mustaqim
  7. Faishol At-Tafarruq Bayna Al-islam Wa Az-Zindiqoh
  8. Tahafut Al-Falasifah
  9. Mi'yar Al-'ilm
  10. Al-Maqshod Al-Asna Fi Syarh Asma'ul husna
  11. Al-bhasith
  12. Al-Wasith
  13. Al-Wajiz
  14. Al-Mustashfa
  15. Al-Mankhul
  16. Kimiya As-Sa'adah
  17. Jawahir Al-Qur'an
  18. Yaqut Atta'wil Fi tafsir Attanzil
  19. Minhaj Al-'Abidin
  20. Al-Arba'in Fi usuluddin
  21. Maskatul Anwar
  22. Ad-duror Al-fakhiroh Fi Kasfi 'ulum Al-akhiroh
  23. 'Iljam Al-Awam 'an 'ilmi Al-Kalam
  24. Bidayah Al-Hidayah
Wafatnya Al-Ghazali

Setelah Al-Ghazali melanjutkan lagi perjalanannya ke Negeri Syam dan Berziarah ke Baitul Maqdis sudah 10 tahun Al-Ghazali menetap di sana dan berpindah-pindah di beberap Masjid kemudian bertempat di suatu gunung untuk melatih dirinya agar tidak mengikuti hawa nafsunya dan berusaha untuk jihad di jalan Allah, selalu beribadah dengan ketaatan sampai Al-Ghazali menjadi Ulama' terkemuka di masanya dan mendapatkan keberkahan yang melimpah sehingga sampai di jalan keridoan Ilahi.

Setelah Al-Ghazali kembali ke Baghdad untuk membahas tentang ilmu Hakikat, ahkirnya Al-Ghazali mengarang sebuah kitab yang berjudul 'Ihya' Ulumuddin. Dalam kitab 'Ihya' 'Ulumuddin terdapat Hadist Nabi Muhammad SAW yang sangat banyak sekali sehingga Al-Ghazali jika mau meletakKan Hadist Nabi SAW dicium dulu Hadist itu, jika Hadist itu harum maka Al-Ghazali menulisnya dalam kitab 'Ihya' 'Ulumuddin, jika tidak maka Al-Ghazali tidak menulisnya.

Kemudian Al-Ghazali melanjutkan ke Khurosan dan mengajar di Madrasah Nidzomiyah Naysaburi di masa yang sebentar setelah Al-Ghazali mengajar di Madrasah Nidzomiyah akhirnya kembali ke negeri kelahirannya yaitu Ath-Thusi dan belajar dari beberapa Ulama' Fiqih, beliau juga selalu menjaga waktunya untuk menghatamkan Al-Qur'an dan selalu berpuasa dan Istiqomah dalam semua bentuk ibadahnya. Imam Al-Ghazali wafat di negeri kelahirannya Ath-Thusi pada hari senin 14 Jumadil Akhir pada tahun 505 H. dan dimakamkan di Pemakaman Ath-Thobron.

Referensi :
  1. Al-Munqid Min Adh-Dholal karya Al-Ghazali (Hal. 59-65).
  2. Al-Muntadzim Karya Ibnul Jauzi (Juz 9 hal. 168).
  3. Siyar A'lam An-Nubala' Kayra Imam Adz-Dzahabi (Juz 19 hal. 322).
  4. Thobaqot Asy-Syafi'iyah Al-Kubro Karya Taqiyuddin As-Subuki (Juz 6 hal. 191).
  5. Al-Bidayah Wa An-Nihayah Karya Imam Ibnu Katsir (Juz 12 hal. 173).
  6. Wafiyat Al-A'yan karya As-Shofadi (Juz 4 hal. 416).
  7. Mir'ah Al-Jinan Karya Al-Yafi'i (Juz 3 hal. 145).
  8. Thobaqot Ash-Shufiyah Karya Al-Manawi (Juz 2 hal. 291).
  9. Syadzrat Adz-Dzahab karya Ibnu Al-'Imad Al-Hanbali (Juz 4 hal. 13).
  10. Al-A'lam karya Az-Zarkali (Juz 7 hal. 22).
  11. Muqoddimah Ihya' Ulumiddin
Disadur dari Kitab Minhaj Al-'Abidin Cetakan Dar El-Mokattam, Cairo 2009.
Ditulis di Tarim, 19 Ramadhan 1436 H / 6 Juli 2015,
Oleh : Ibraheem Shafie
Mahasiswa Imam Shafie College, Hadramaut - Yaman.

https://www.google.com/contributor/welcome/?utm_source=publisher&utm_medium=banner&utm_campaign=ca-pub-2925047938169927
Visit Dukung Aswaja Magazine dengan menjadi Kontributor

Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.

Post a Comment Blogger

 
Top