Ilmu sejatinya adalah obor penerang hati, dengan Ilmu hati orang menjadi semakin yakin, semakin cinta kepada Allah Swt. Yang menjadi musibah adalah jika ilmu tidak bisa menerangkan hati, tidak bisa menyatu dengan hati, entah karena banyak bergelimpangan maksiat yang dilakukannya sehingga berdampak mengotori hatinya atau karena faktor-faktor lain seperti kurang adab dengan guru, merendahkan orang lain, ada rasa ujub atau riya di hatinya, dan lain-lain yang imbasnya bisa mengotori hati.
Ambillah kisah dari Ibnu Saqa, seorang pakar fiqih, teolog (aqidah) dan gramatika di abad ke 5 H salah satu dari tiga temannya yaitu Ibnu Ashrun dan Syaikh Abdul Qadir Jailani yang sedang perjalanan berkunjung menuju seorang yang Alim Syaikh Yusuf Al-Hamdani. Akan tetapi tujuan dia bukan untuk mencari berkah, meminta do'a, silaturrahim seperti halnya kedua temannya melainkan hanya ingin mengetahui (ngetes) seberapa dalam ilmu beliau.
Dalam perjalan menuju rumah Syaikh Yusuf dia berkata kepada kedua temannya, "Tujuanku mengunjungi Syaikh adalah ingin menguji seberapa dalam ilmu syari'atnya," lalu Ibnu Ashrun berkata, "Kalau saya ingin meminta doa kepada beliau agar saya menjadi orang kaya." Dan Syaikh Abdul Qadir berkata, "Karena beliau masyhur dengan kesalehannya, saya mengunjungi beliau untuk meminta do'a dan berkahnya."
Ketika ketiganya masuk ke rumah Syaikh, beliau langsung mengetahui tujuan mereka masing-masing tanpa perlu menanyakan terlebih dahulu (kasyaf), lalu menatap Ibnu Saqa seraya berkata: "Saya melihat perdebatan dan kekufuran di kedua matamu, barang kali kamu datang untuk menanyakan ini dan itu," tanpa diminta, beliau menjawab semua pertanyaan yang hendak disampaikan Ibnu Saqa kepadanya. Kemudian beliau melihat ke arah Ibnu Ashrun seraya berkata, "Akan datang harta kemari" sambil memberi isyarat ke atas dadanya. Kemudian beliau melihat ke arah Abdul Qadir Jailani seraya berkata: "Telapak kakimu berada diatas leher para wali dizamanmu"
Akhirnya Ibnu Saqa dan Ibnu Ashrun mendapatkan keinginan mereka, Ibnu Ashrum diberi rizki yang melimpah ruah sehingga ia menjadi orang terkaya pada zamannya. Ia dikubur di Damaskus di sebuah kota yang dinisbatkan kepada dirinya bernama Ashruniyah.
Adapun Ibnu Saqa, khalifah mengutusnya ke salah seorang raja guna berdebat dengan seorang Nasrani tentang masalah agama, sebab ia hafal Al-Qur'an dan juga menguasai ilmu-ilmu agama seperti aqidah, fikih dll. Setelah ia sampai ke tujuan, ia pun menjadi tamu kehormatan sang raja, kemudian sang raja menyuruh putrinya untuk berdandan dan melayani Ibnu Saqa sehingga dia tergila-gila kepadanya putri raja tersebut dan ingin menikahinya. Namun raja menolak sebelum ia pindah ke agama Kristen. Begitu dia menyatakan pindah agama, raja tidak lagi menjamunya, bahkan tidak jadi menikahkan putrinya kepada Ibnu Saqa.
Naudzubillah..
Semoga para pembaca bisa mengambil kisah hikmah ini, sehingga bisa atau berusaha semampunya mengamalkan ilmu yang telah didapatkan sekaligus adab dengan siapa saja, sehingga hati bisa bersinar dengan sinar-Nya. Amiin..
Moeslich El Malibary
Post a Comment Blogger Facebook