Aswaja Magazine

0
Bid’ah Hasanah
1. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada (perintahnya dari kami) maka tertolak (H.R Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim: Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami, maka tertolak.

2. Rasulullah SAW bersabda : Sebaik-baik ucapan  adalah kitab ALLAH. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad , sejelek-jelek perkara adalah perkara yang baru dan setiap bid’ah itu kesesatan (HR Muslim 867)

3. Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang memulai perbuatan baik  dalam islam maka ia akan memperoleh pahalanya, dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa di kurang sedikitpun pahala dari mereka dan barang siapa yang memulai perbuatan jelek maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukan sesudahnya tanpa di kurangi sedikitpun dari dosa mereka (HR Muslim 1017)

Jelas sekali bahwa dalam hadits pertama dan kedua di nyatakan bahwa segala sesuatu yang baru, itu sesat namun di dalam hadits yang ke 3 di pertegas bahwa siapa yang memulai perbuatan baik  dalam islam, dia dapat pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka, adapun siapa yang memulai perbuatan, yang buruk dalam islam maka dia mendapakan dosa dan dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka.

Maka hadits ke 3 ini adalah penjelasan yang membatasi ma’na hadits kullu bid’ah dholalah (maksud dari hadits ini adalah bid’ah yang buruk dalam islam)

Karena jelas di hadits ke tiga NABI menyatakan bahwa : Barang siapa yang memulai kebaikan maka dia dapat pahala (nabi tidak membatasi kebaikan ini di zaman nabi saja tapi ini untuk seterusnya, dan tidak di batasi apakah ia di contohkan ataukah tidak di contohkan oleh nabi saw)

Dari Ibnu Syihaab[1], dari ‘Urwah bin Az-Zubair[2], dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Abd Al-Qaariy[3], bahwasannya ia berkata : “Aku pernah keluar bersama ‘Umar bin Al-Khaththaab di bulan Ramadlaan menuju masjid. Ternyata orang-orang shalat terpencar-pencar dalam beberapa kelompok. Ada orang yang shalat sendirian, ada pula orang yang shalat dengan diikuti sekelompok orang. Lalu ‘Umar berkata : “Demi Allah, sesungguhnya aku memandang, seandainya aku kumpulkan mereka di belakang satu imam, niscaya itu lebih utama”. Akhirnya ia pun mengumpulkan mereka di belakang Ubay bin Ka’b. Kemudian aku (‘Abdurrahmaan) keluar bersamanya di malam yang lain dimana orang-orang shalat di belakang satu imam mereka. Lalu ‘Umar berkata : “Sebaik-baik bid'ah adalah ini….” [Al-Muwaththa’, 1/476-477 no. 270].

Perhatikan ucapan umar "sebaik-baik bid'ah adalah ini" Ini adalah pernyataan Umar ra Bahwa bidah ada yang baik (bid’ah Hasanah)

Dan masih banyak hadist-hadist shahih dan riwayat lainnya yang menyatakan bahwa para sahabat Nabi juga berbuat bid’ah hasanah yang tidak bisa dicantumkan disini.

Seperti sholat sunnah setelah wudhu oleh Bilal ra, 2x adzan sholat Jum’at oleh Ustman ra, sholat sunnah sebelum dihukum mati oleh Khubayb ra dan Zayd ra, yang semuanya tidak pernah dicontohkan Nabi saw.

Imam Syafii rahimahullah berkata,

Bid’ah itu ada dua macam yaitu bidah mahmudah/hasanah (yang terpuji) dan bidah madzmumah/dholalah (yang tercela). Jika suatu amalan bersesuaian dengan tuntunan Rasul, itu termasuk amalan terpuji. Namun jika menyelisihi tuntunan, itu termasuk amalan tercela[2]

Komentar Imam Syafi’i:

Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, perilaku sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, perilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)

Kesimpulan : Yang menganggap bidah hasanah itu sesat berarti telah menganggap Rasulullah saw, Umar bin Khattab ra, Bilal ra, Utsman ra,  Khubayb ra Zayd ra dan Imam Syafi'i sesat.

Yang jelas mencintai, mengikuti, dan mempercayai pendapat para Habib (Keturunan Nabi Muhammad saw) lebih dapat dipercaya, lebih berkah, dan lebih selamat daripada mempercayai seseorang yang baru belajar beberapa hadist lalu mengaku-ngaku menguasai dan memahami Al-Quran dan Hadist dan menyesat-nyesatkan yang lain. Yang membenci para Habib jangan harap dapat syafaat Nabi Muhammad saw


Sumber:
http://www.mistikuscinta.com

https://www.google.com/contributor/welcome/?utm_source=publisher&utm_medium=banner&utm_campaign=ca-pub-2925047938169927
Visit Dukung Aswaja Magazine dengan menjadi Kontributor

Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.

Post a Comment Blogger

 
Top